PENDAHULUAN
Selama
ini proses perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di layanan praktik
kedokteran yang lain cenderung intruksional antara dokter dengan perawat,
farmasis, dan ahli gizi. Kecenderungan ini lebih banyak dipengaruhi oleh masih
belum adanya kolaborasi interdisipliner sejak masih dilingkungan akademik.
Kurikulum pendidikan profesi-profesi kesehatan sering dicirikan sebagai
kurikulam yang terintegrasi. Kurikulum pendidikan terpadu ini sebaiknya tidak
hanya memadukan berbagai disiplin ilmu dari masing-masing profesi yang terkait
dengan pelayanan kesehatan perorangan (PKP) dan pelayanan kesehatan masyarakat
(PKM). Supaya PKP dan PKM berjalan dengan efektif dan efisien kurikulum
pendidikan sebaiknya juga memadukan protap (SOP) dari masing-masing profesi
yang terkait dengan pelaksanaan PKP dan PKM.
Dalam
rangka meningkatkan kepuasan pasien (patient
satisfaction) baik dirumah sakit maupun ditempat praktik, maka perlu
dibudayakan sebuah teamwork antar
disiplin ilmu dengan mengedepankan tujuan bersama yaitu menurunnya morbiditas
(angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian). Setiap anggota tim memiliki
kewanangan intervensi yang berbeda-beda sesuai skill dan kompetensi dalam
mengelola sakit pada pasiennya.
Kolaborasi
merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan
kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan
dengan sudut pandang beragam. Namun, tetap didasari pada prinsip yang sama
yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung
jawab, dan tanggung gugat.
American
Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi yang
panjang dalam kesepakatan hubungan profesional dokter dan perawat,
mendefinisikan kolaborasi sebagai berikut; “Kolaborasi
adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup
praktik mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai
setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga, dan
masyarakat.”
Apapun
bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide
yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan
kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka
menghasilkan outcome yang lebih baik
bagi pasien dalam mencapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
ISI
I.
Pengertian
Beberapa
definisi kolaborasi yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu:
- Siegler dan Whitney (2000), mengutip dari National Joint Practice Commision (1997), mengatakan bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleksnya kolaborasi dalam konteks perawatan kesehatan.
- Shortridge, et al (1986) mendefinisikan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien dengan proses pembuatan keputusan bilateral yang didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.
- Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi diantara beberapa orang yang berkesinambungan.
- Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
- Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir dimana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
- American Medical Assosiation (AMA, 1994) mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai sebuah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik mereka dengan berbagai nilai-nilai, saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga, dan masyarakat.
- ANA (1992) menambahkan, kolaborasi hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien adalah dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerja sama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi dengan masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
- Lidenke dan Sieckert (2005), kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien, dan kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan.
Dari definisi
yang dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kolaborasi adalah
suatu proses interaksi yang kompleks dan beragam, yang melibatkan beberapa
orang untuk bekerja sama dengan menggabungkan pemikiran secara berkesinambungan
dalam menyikapi suatu hal dimana setiap pihak yang terlibat saling
ketergantungan didalamnya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi
suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh
kolaborator.
II.
Karakeristik
Kolaborasi
Menurut
Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:
- Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
- Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
- Adanya tujuan yang masuk akal.
- Ada pendefinisian masalah.
- Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
- Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan.
- Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
- Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.
III.
Pihak – pihak yang Terlibat dalam Kolaborasi
Tim
pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang mempunyai
aturan yang jelas, tujuan umum, dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik
jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan
kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi pasien, perawat, dokter,
fisioterapis, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena
itu, tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung
jawab, dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien
secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika
pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat
sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat
memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari
praktik profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter
memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati, dan mencegah penyakit. Pada
situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan
pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana
membuat referal pemberian pengobatan.
Selain
itu, keluarga serta orang–orang lain yang berpengaruh bagi pasien juga termasuk
pihak–pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Karena keluarga merupakan orang
terdekat dari pasien atau individu yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap
individu. Melalui keluarga tenaga kesehatan bisa mendapatkan data–data mengenai
pasien yang dapat mempermudah dalam mendiagnosis penyakit dan proses
penyembuhan pasien.
IV.
Penerapan
Kolaborasi Pendidikan dan Praktik Antar Profesi Kesehatan
Kurikulum
pendidikan profesi-profesi kesehatan sering dicirikan sebagai kurikulam yang
terintegrasi. Kurikulum pendidikan terpadu ini sebaiknya tidak hanya memadukan
berbagai disiplin ilmu dari masing-masing profesi yang terkait dengan pelayanan
kesehatan perorangan (PKP) dan pelayanan kesehatan masyarakat (PKM). Supaya PKP
dan PKM berjalan dengan efektif dan efisien kurikulum pendidikan sebaiknya juga
memadukan protap (SOP) dari masing-masing profesi yang terkait dengan
pelaksanaan PKP dan PKM.
Integrasi ini
dapat diwujudkan dalam pengalaman belajar di kampus dan di tempat praktik.
Pengalaman belajar di kampus seperti diskusi kelompok tutorial, penyediaan
materi, kuliah pakar, pengajaran dibantu komputer, lab kompetensi) dapat
menekankan peran dan kerja sama antar profesi tersebut. Untuk pengalaman
belajar ditempat praktik (rumah sakit, Puskesmas, praktik swasta, apotek,
laboratorium, tempat-tempat umum, pemukiman penduduk, sekolah, dan tempat
kerja) pihak fakultas sebaiknya menjalin kerja sama dengan pengelola-pengelola
tempat praktik yang memahami dan menerapkan kerja sam (seperti kimunikasi,
koordinasi, dan kolaborasi) antar profesi kesehatan. Modul-modul pendidikan di
kampus yang bertemakan gejala atau tanda dan penyakit bukan monopoli dari
profesi kedokteran. Kerena tujuan barsama dari semua profesi kesehatan dan
non-kesehatan terkait adalah pengendalian penyakit.
Dengan
diterapkannya sistem kolaborasi antar profesi kesehatan dalam kurikulum
pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan setelah lulus tidak akan mengalami
kesulitan untuk menjalin kerja sama dengan profesi kesehatan lain. Dalam dunia
praktik diterapkannya sistem kolaborasi memungkinkan pelayanan kesehatan yang
diberikan menjadi lebih berkualitas.
V.
Manfaat
Kolaborasi
Manfaat
yang didapatkan dengan diterapkannya kolaborasi antar profesi kesehatan, antara
lain:
- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional.
- Memaksimalkan produktivitas serta efektifitas dan efisiensi sumber daya.
- Meningkatkan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.
- Meningkatkan kohesivitas antar tenaga kesehatan profesional.
- Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional.
PENUTUP
Untuk mencapai
pelayanan yang efektif mka perawat, dokter, dan tim kesehatan lain harus
berkolaborasi antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang
menyatakan lebih berkuasa dan lebih hebat dari kelompok yang lain. Karena
masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda. Sehingga,
ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Benyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerja sama, sikap saling
menerima, berbagi tanggung jawab, dan komunikasi efektif sangat menentukan
bagaimana suatu tim berfungsi. Dengan diterapkannya sistem kolaborasi antar
profesi kesehatan dalam kurikulum pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan
setelah terjun ke lapangan tidak akan mengalami kesulitan untuk menjalin kerja
sama dengan profesi kesehatan lain. Kolaborasi yang efektif antar anggota tim
kesehatan ini dapat memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar