Senin, 17 September 2012

PENERAPAN KOLABORASI PENDIDIKAN DAN PRAKTIK ANTAR PROFESI KESEHATAN


PENDAHULUAN
            Selama ini proses perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di layanan praktik kedokteran yang lain cenderung intruksional antara dokter dengan perawat, farmasis, dan ahli gizi. Kecenderungan ini lebih banyak dipengaruhi oleh masih belum adanya kolaborasi interdisipliner sejak masih dilingkungan akademik. Kurikulum pendidikan profesi-profesi kesehatan sering dicirikan sebagai kurikulam yang terintegrasi. Kurikulum pendidikan terpadu ini sebaiknya tidak hanya memadukan berbagai disiplin ilmu dari masing-masing profesi yang terkait dengan pelayanan kesehatan perorangan (PKP) dan pelayanan kesehatan masyarakat (PKM). Supaya PKP dan PKM berjalan dengan efektif dan efisien kurikulum pendidikan sebaiknya juga memadukan protap (SOP) dari masing-masing profesi yang terkait dengan pelaksanaan PKP dan PKM.
            Dalam rangka meningkatkan kepuasan pasien (patient satisfaction) baik dirumah sakit maupun ditempat praktik, maka perlu dibudayakan sebuah teamwork antar disiplin ilmu dengan mengedepankan tujuan bersama yaitu menurunnya morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian). Setiap anggota tim memiliki kewanangan intervensi yang berbeda-beda sesuai  skill dan kompetensi dalam mengelola sakit pada pasiennya.
            Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam. Namun, tetap didasari pada prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab, dan tanggung gugat.
            American Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan profesional dokter dan perawat, mendefinisikan kolaborasi sebagai berikut; “Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga, dan masyarakat.”
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mencapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.


ISI
I.         Pengertian
            Beberapa definisi kolaborasi yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu:
  1. Siegler dan Whitney (2000), mengutip dari National Joint Practice Commision (1997), mengatakan bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleksnya kolaborasi dalam konteks perawatan kesehatan.
  2. Shortridge, et al (1986) mendefinisikan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien dengan proses pembuatan keputusan bilateral yang didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.
  3. Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi diantara beberapa orang yang berkesinambungan.
  4. Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
  5. Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir dimana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
  6. American Medical Assosiation (AMA, 1994) mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai sebuah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik mereka dengan berbagai nilai-nilai, saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga, dan masyarakat.
  7. ANA (1992) menambahkan, kolaborasi hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien adalah dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerja sama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi dengan masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
  8. Lidenke dan Sieckert (2005), kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien, dan kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan.
Dari definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kolaborasi adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan beragam, yang melibatkan beberapa orang untuk bekerja sama dengan menggabungkan pemikiran secara berkesinambungan dalam menyikapi suatu hal dimana setiap pihak yang terlibat saling ketergantungan didalamnya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.

II.      Karakeristik Kolaborasi
            Menurut Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:
  1. Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
  2. Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
  3. Adanya tujuan yang masuk akal.
  4. Ada pendefinisian masalah.
  5. Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
  6. Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan.
  7. Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
  8. Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.

III.    Pihak – pihak yang Terlibat dalam Kolaborasi
            Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum, dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi pasien, perawat, dokter, fisioterapis, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu, tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab, dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
            Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
            Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
            Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati, dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
            Selain itu, keluarga serta orang–orang lain yang berpengaruh bagi pasien juga termasuk pihak–pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Karena keluarga merupakan orang terdekat dari pasien atau individu yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap individu. Melalui keluarga tenaga kesehatan bisa mendapatkan data–data mengenai pasien yang dapat mempermudah dalam mendiagnosis penyakit dan proses penyembuhan pasien.

IV.   Penerapan Kolaborasi Pendidikan dan Praktik Antar Profesi Kesehatan
Kurikulum pendidikan profesi-profesi kesehatan sering dicirikan sebagai kurikulam yang terintegrasi. Kurikulum pendidikan terpadu ini sebaiknya tidak hanya memadukan berbagai disiplin ilmu dari masing-masing profesi yang terkait dengan pelayanan kesehatan perorangan (PKP) dan pelayanan kesehatan masyarakat (PKM). Supaya PKP dan PKM berjalan dengan efektif dan efisien kurikulum pendidikan sebaiknya juga memadukan protap (SOP) dari masing-masing profesi yang terkait dengan pelaksanaan PKP dan PKM.
Integrasi ini dapat diwujudkan dalam pengalaman belajar di kampus dan di tempat praktik. Pengalaman belajar di kampus seperti diskusi kelompok tutorial, penyediaan materi, kuliah pakar, pengajaran dibantu komputer, lab kompetensi) dapat menekankan peran dan kerja sama antar profesi tersebut. Untuk pengalaman belajar ditempat praktik (rumah sakit, Puskesmas, praktik swasta, apotek, laboratorium, tempat-tempat umum, pemukiman penduduk, sekolah, dan tempat kerja) pihak fakultas sebaiknya menjalin kerja sama dengan pengelola-pengelola tempat praktik yang memahami dan menerapkan kerja sam (seperti kimunikasi, koordinasi, dan kolaborasi) antar profesi kesehatan. Modul-modul pendidikan di kampus yang bertemakan gejala atau tanda dan penyakit bukan monopoli dari profesi kedokteran. Kerena tujuan barsama dari semua profesi kesehatan dan non-kesehatan terkait adalah pengendalian penyakit.
Dengan diterapkannya sistem kolaborasi antar profesi kesehatan dalam kurikulum pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan setelah lulus tidak akan mengalami kesulitan untuk menjalin kerja sama dengan profesi kesehatan lain. Dalam dunia praktik diterapkannya sistem kolaborasi memungkinkan pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi lebih berkualitas.

V.      Manfaat Kolaborasi
            Manfaat yang didapatkan dengan diterapkannya kolaborasi antar profesi kesehatan, antara lain:
  1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional.
  2. Memaksimalkan produktivitas serta efektifitas dan efisiensi sumber daya.
  3. Meningkatkan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.
  4. Meningkatkan kohesivitas antar tenaga kesehatan profesional.
  5. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional.


PENUTUP
Untuk mencapai pelayanan yang efektif mka perawat, dokter, dan tim kesehatan lain harus berkolaborasi antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang menyatakan lebih berkuasa dan lebih hebat dari kelompok yang lain. Karena masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda. Sehingga, ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Benyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerja sama, sikap saling menerima, berbagi tanggung jawab, dan komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Dengan diterapkannya sistem kolaborasi antar profesi kesehatan dalam kurikulum pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan setelah terjun ke lapangan tidak akan mengalami kesulitan untuk menjalin kerja sama dengan profesi kesehatan lain. Kolaborasi yang efektif antar anggota tim kesehatan ini dapat memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang berkualitas.


DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar